KEKUASAAN
(Kekuasaan dalam Manajemen, Politik, dan Konflik)
Oleh: HERNAWATI
Mahasiswa STAI Al-Gazali Bone
Semester VIII
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit.
Beberapa studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik
adalah sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi
agak sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam
perilaku keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku
orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan
satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran
kekuasaan. Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara
dua atau lebih individu.
Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga
terjadi pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok,
bahkan pada unit keluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi
antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan.
Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan
kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan
tersebut tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan
organisasi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian, teori, sumber, jenis dari kekuasaan?
2.
Apakah pengertian, dan jenis-jenis dari politik?
3.
Bagaimanakah hubungan antara kekuasaan dan politik dalam pengambilan
keputusan dari sebuah organisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kekuasaan Dalam
Menejemen
a.
Pengertian
Kekuasaan merupakan kapasitas
seseorang, tim, atau organisasi untuk mempengaruhi pihak lain bukan merupakan
tindakan mengubah pola, sikap dan perilaku orang lain melainkan hanya potensi
untuk melakukan hal seperti itu. Sopiah ( 2008 ).
Kekuasaan atau power
sering dicampur adukkan dengan wewenang. Meskipun kekuasaan dan wewenang sering
ditemui bersama, tetapi keduanya adalah berbeda. Bila wewenang adalah hal untuk melakukan sesuatu, maka kekuasaan adalah
kemampuan untuk melakukan hak tersebut.
Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan atau
kejadian. Wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan
menyebabkan konflik dalam organisasi.
Menurut Amitai Etzioni, seorang pemimpin dapat mempengaruhi perilaku
adalah hasil dari kekuasaan posisi (kedudukan atau jabatan) atau kekuasaan
pribadi atau kombinasi dari keduanya.
·
Kekuasaan posisi (position power), didapat dari wewenang formal suatu
organisasi. Besarnya kekuasaan ini tergantung seberapa besar wewenang
didelegasikan kepada individu yang menduduki posisi tersebut. Kekuasaan posisi
akan semakin besar bila atasan telah mempercayai individu tersebut.
·
Kekuasaan pribadi (personal power), didapat dari para pengikut dan
didasarkan atas seberapa besar para pengikut mengagumi, respek, dan merasa
terikat pada seorang pemimpin.
Adanya banyak sumber kekuasaan
menunjukkan bahwa kekuasaan dapat diklasifikasikan atas dasar sumbernya. Sumber kekuasaan adalah :
1.
Kekuasaan
balas jasa (reward power). Termasuk dalam kekuasaan posisi. Kekuasaan ini
berasal dari sejumlah balas jasa positif, seperti uang, perlindungan,
perkembangan karier, dan lain sebagainya, yang diberikan kepada pihak penerima
untuk melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
2.
Kekuasaan
paksaan (coercive power). Termasuk dalam kekuasaan positif. Kekuasaan ini
berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman, seperti dipecat,
ditegur, dan lain sebagainya, akan diterimanya bila mereka tidak melaksanakan
perintah pimpinan.
3.
Kekuasaan
sah (legitimate power). Termasuk dalam kekuasaan posisi. Kekuasaan ini
berkembang dari nilai-nilai intern yang mengemukakan bahwa seseorang pimpinan
mempunyai hak sah untuk mempengaruhi bawahan.
4.
Kekuasaan
pengendalian informasi (control of information power). Termasuk dalam kekuasaan
posisi. Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan dimana orang lain tidak
mempunyainya. Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang
dibutuhkan.
5.
Kekuasaan panutan
(referent power). Termasuk dalam kekuasaan pribadi. Kekuasaan ini didasarkan
atas identifikasi orang-orang dengan seorang pimpinan dan menjadikan pemimpin
itu sebagai panutan atau simbol. Karisma pribadi, keberanian, simpatik, dan
sifat-sifat lain adalah faktor-faktor penting dalam kekuasaan panutan.
6.
. Kekuasaan
ahli (expert power). Termasuk dalam kekuasaan pribadi. Kekuasaan ini merupakan
hasil dari keahlian atau ilmu pengetahuan seorang pemimpin dalam bidangnya
dimana pemimpin tersebut ingin mempengaruhi orang lain.
David
McClelland mengatakan, bahwa ada dua muka dari kekuaasaan, yaitu
:
1. Sisi Negatif.
Sisi negatif mengandung arti bahwa memiliki kekuasaan
berarti menguasai orang lain yang lebih lemah. Kepemimpinan yang didasarkan
atas sisi negatif kekuasaan memperlakukan orang sebagai tidak lebih baik dari
bidak yang digunakan atau bila perlu dikorbankan. Hal ini jelas merugikan
karena orang-orang yang merasa hanya sebagai bidak akan cederung menentang
kepemimpinan atau menjadi pasif.
2. Sisi Positif.
Sisi positif kekuasaan ditandai dengan perhatian pada
pencapaian tujuan kelompok. Ini meliputi penggunaan pengaruh atas nama, dan
bukan kekuasaan di atas orang lain. Manajer yang menggunakan kekuasaan positif
mendorong anggota kelompok untuk mengembangkan kekuatan dan kecakapan yang
mereka butuhkan untuk meraih sukses sebagai perseorangan atau anggota suatu
organisasi. Penggunaan kekuasaan secara tepat merupakan motivator besar
bagi anggota organisasi.
Batasan-batasan internal dan
eksternal untuk wewenang dan kekuasaan adalah sebagai berikut :
·
Batasan
internal meliputi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi, anggaran
(budget), kebijaksanaan, peraturan, dan prosedur, serta deskripsi jabatan.
·
Batasan
eksternal meliputi undang-undang dan peraturan pemerintah, perjanjian kerja
kolektif, perjanjian dengan pihak luar organisasi.
Tori Strategic Contigency : event or activity of crucial importance to completing a
project or accomplishing a goal. Dicetuskan oleh Hickson dan Hinnings.
Model ini
menyatakan bahwa kekuasaan bagian (subunit
power) atas bagian lain ditentukan oleh kemampuan
bagian tersebut untuk :
1.
Menanggulangi ketidakpastian (coping w/uncertainty)
Kemampuan suatu bagian/subunit dari organisasi untuk menanggulangi
ketidakpastian organisasi
2.
Keterpusatan (centrality)
Peran suatu bagian/subunit dari organisasi
dalam pencapaian tujuan organisasi
3.
Ketergantikan (substitutability)
Kemampuan yang dimiliki suatu
bagian/subunit dari organisasi
apakah dapat digantikan.
B. Penguasaan politik
politik yang
berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti
kiat memimpin kota (polis).
Sedangkan kuasa dan kekuasaan kerap dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat
gerak yang tanpa kehadiran kuasa (kekuasaan) tidak akan terjadi, misalnya kita
bisa menyuruh adik kita berdiri yang tak akan dia lakukan tanpa perintah kita
(untuk saat itu) maka kita memiliki kekuasaan atas adik kita. Kekuasaan politik
dengan demikian adalah kemampuan untuk membuat masyarakat dan negara membuat
keputusan yang tanpa kehadiran kekuasaan tersebut tidak akan dibuat oleh
mereka.
Bila seseorang, suatu organisasi,
atau suatu partai politik bisa mengorganisasi sehingga berbagai badan negara
yang relevan misalnya membuat aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal
atau perkara maka mereka mempunyai kekuasaan politik.
variasi yang dekat dari kekuasaan politik
adalah kewenangan (authority),
kemampuan untuk membuat orang lain melakukan suatu hal dengan dasar hukum atau
mandat yang diperoleh dari suatu kuasa. Seorang polisi yang bisa menghentian
mobil di jalan tidak berarti dia memiliki kekuasaan tetapi dia memiliki
kewenangan yang diperolehnya dari UU Lalu Lintas, sehingga bila seorang
pemegang kewenangan melaksankan kewenangannya tidak sesuai dengan mandat peraturan
yang ia jalankan maka dia telah menyalahgunakan wewenangnya, dan untuk itu dia
bisa dituntut dan dikenakan sanksi.Sedangkan kekuasaan politik, tidak berdasar
dari UU tetapi harus dilakukan dalam kerangka hukum yang berlaku sehingga bisa
tetap menjadi penggunaan kekuasaan yang konstitusional. Jenis-jenis kegiatan politik
dalam organisasi, (sopiah 2008 ),
a. Menyerang atau menutup mata terhadap
pihak lain
Kemungkinan bentuk hubungan yang paling langsung dan
paling buruk dari kegiatan politik dari organisasi adalah menyerang dan menutup
mata terhadap pihak lain.
b. Selektif dalam mendistribusikan
informasi
Informasi merupakan sebuah alat politik dan juga
sumber kekuasaan. Individu atau kelompok dalam organisasi yang memiliki posisi
strategis dapat mengatur distribusin informasi untuk membentuk berbagai
persepsi, membatasi potensi prestasi kerja pihak lain dan untuk meningkatkan
kekuasaannya.
c.
Mengendalikan
saluran informasi
Lewat kekuatan legitimasi individu
atau kelompok dapat mengontrol interaksi diantara para karyawan. Seorang
karyawan boleh jadi mengecilkan hati karyawan yang berada pada unit kerja lain
melalui pembicaraan langsung satu sama lain, sebab karyawan itu mungkin akan
membahayakan kekuasaan dan status dalam pekerjaannya.
d. Membentuk
koalisi
Koalisi merupakan sebuah kelompok
informal yang dibentuk guna mempengaruhi orang-orang yang ada di luar kelompok
dengan kekuatan para anggotanya. Hal ini terbentuk ketika dua atau lebih
anggota organisasi sepakat atas suatu tujuan tertentu yang bilamana sendiri,
maka ia kurang mampu mewujudkannya seperti mendapatkan dukungan system jaringan
yang baru ini sebuah taktik politik karena merupakan pengumpulan kekuasaan dari
beberapa individu atau kelompok dalam organisasi untuk mencapai tujuan
tertentu.
e. Managing Impressions
Setiap individu atau kelompok dalam
organisasi dapat menunjukkan siapa dia sesungguhnya atau image seperti apa yang
ingin dia dapatkan dari lingkungannya, dengan mengungkapkannya lewat cara
berbicara, bersikap dan bertindak. Contohnya; A yang memakai jas akan mendapat
image yang berbeda dengan seseorang yang memakai kaos. Begitu juga dengan cara
bertutur kata. Orang yang tutur katanya kasar dank eras akan dipersepsi lain
dengan orang yang tutur katanya lembut dan halus.
3. Hubungan Kekuasaan Dan Politik
Kekuasaan
politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh
untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga
keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya ataupun masyarakat pada
umumnya. Bila seseorang, suatu organisasi, atau suatu partai politik bisa
mengorganisasi sehingga berbagai badan negara yang relevan misalnya membuat
aturan yang melarang atau mewajibkan suatu hal atau perkara, maka mereka
mempunyai kekuasaan politik.
C. Konflik.
Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau interaksi
yang bersifat antargonistik. Konflik terjadi karena perbedaan dan kelangkaan
kekuasaan, perbedaan atau kelangkaan posisi sosial dan posisi sumber daya atau
karena disebabkan sistem nilai dan penilaian yang berbeda. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa para pemimpin dan manajemen dalam suatu organisasi
21% dari waktu mereka dikonsentrasikan untuk menangani konflik. Oleh karena
itu, para pemimpin dan manajemen suatu organisasi harus mengerti betul tentang
konflik agar dapat membuat kinerja mereka yang berkonflik tersebut berkinerja
lebih baik sehingga tidak akan mengganggu pencapaian tujuan organisasi.
Konflik terjadi pada dua tingkat, yaitu
tingkat antar pribadi dan tingkat antar kelompok. Konflik dibedakan kedalam
konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian
tujuan organisasi dan karena seringkali bersifat konstruktif. Konflik disfungsional adalah
suatu konflik yang menghambat tercapainya tujuan organisasi dan karenanya
seringkali bersifat destruktif (merusak). Konflik fungsional sangat dibutuhkan
oleh organisasi, sedangkan konflik disfungsional meskipun tidak diinginkan akan
tetapi keberadaan konflik disfungsional ini tidak dapat dihindari. Konflik
disfungsional pasti ada pada setiap organisasi maka harus diupayakan untuk
menjadi konflik fungsional. Konflik disfungsional akan merugikan semua pihak,
baik individu, kelompok maupun organisasi. Konflik disfungsional akan mengarah
kepada keharncuran organisasi bisnis. Oleh karena itu, berbagai penyebab
munculnya konflik disfungsional ini harus dieliminir semaksimal mungkin.
Gejala Konflik
Gejala konflik adalah awal penyebab
terjadinya sebuah konflik. Gejala konflik yang pada umumnya muncul dan akan
nampak dipermukaan adalah :
1. Adanya
Komunikasi yang Lemah
Hal ini terjadi karena keputusan yang
diambil berdasarkan informasi yang salah. Dua kelompok (minimal) akan bergerak
kearah yang berlawanan berdasarkan permasalahan yang sama.
2. Adanya
Permusuhan dan Irihati Antar Kelompok
Hal ini disebabkan
karena adanya perlakuan dan sikap yang tidak adil dari pemimpin kepada bawahan
(rakyatnya), baik secara individu atau kelompok.
3. Adanya
Friski Antar Pribadi
Hubungan anatar
individu seringkali berada dalam kelompok yang berbeda. Individu yang berada
dalam kelompok lain biasanya akan mendapat atau akan dipengaruhi oleh kebiasaan
kelompok tersebut sehingga ketika kembali kepada kelompoknya sering kali tanpa
menyadari telah membawa gagasan atau kebiasaan kelompok lain. Dalam keadaan
demikian akan mudah muncul konflik.
4. Eskalasi
Arbitrasi
Semakin banyak
kelompok yang konflik, maka biasanya kelompok-kelomok ini akan dipaksa
melakukan arbitrasi (jalan damai). Suatu misal, seringkali dua bagian berkonflik
mengenai satu penanganan kasus, antara bagian keuangan dengan perencanaan,
bagian perencanaan dengan ops-lap, bagian keuangan dengan ops-lap dan
lain-lain. Dimana bagian keuangan seringkali memaksa memperketat penggunaan
anggaran sedangkan bagian lain meminta kelonggaran atau sebaliknya.
5. Adanya Moral yang Rendah
Orang yang mempunyai
moral rendah seringklai menampakkkan konflik dibandingkan bersahabat. Kinerja
orang yang bermoral rendah cenderung kurang baik dan seringkali bertindak tanpa
perhitungan yang cermat. Dalam keadaan demikian tidak menutup kemungkinan akan
banyak muncul konflik.
6.Adanya Perbedaan Keyakinan yang Ekstrim
Jika orang-orang yang
ada dalam suatu tatanan kehidupan atau organisasi berpegang kepada keyakinan
tertentu dengan fanatisme yang sangat tinggi dengan tidak mentolerir keyakinan
orang lain, maka keadaan ini juga akan memicu konflik.
C.Tingkatan Konflik
Untuk mengelola dan mengatur konflik secara
efektif dan efisien maka pimpinan harus dapat menunjukkan secara tepat dalam
sebuah manajemen keberadaan konflik agar pengambil kebijakan tingkat
bawah (user) dapat memilih carfa yang tepat untuk
menyelesaikan suatu konflik. Untuk itu para user harus mengetahui
pula intensitas dan derajad konflik sebab dengan mengetahui intensitas atau
derajad konflik, maka user akan dapat menentukan terapi yang
tepat dan manjur secara sistematis dan terprogram dalam suatu urutan dan
langkah-langkah operasional sehingga konflik ada sangat fungsional (berpengaruh
positif) bagi kinerja suatu organisasi. Pada dasarnya ada enam tingkatan
konflik, yaitu :
1.Konflik dalam Diri Pribadi
Di dalam konflik ini, seseorang
mempunyai konflik pribadi (dalam dirinya) di dalam memilih berbagai tujuan yang
sesuai. Misal suatu pegaai mendapat dua tugas dari dua pejabat yang sama-sama
penting akan tetapi sifat dan macam tugasnya berbeda. Dengan demikian maka
pegawai tersebut mempunyai konflik pribadi dalam dirinya sendiri untuk
menentukan skala prioritas penyelesaian. Konflik dalam diri pribadi ini terbagi
ke dalam konflik kognisi dan konflik afektif. Konflik kognisi terkait dengan
domain intelektual (pemikiran) sedangkan konflik afektif berkaitan dengan
domain perilaku atau sikap.
2. Konflik Antar Pribadi
Konflik ini berkaitan dengan dua orang
atau lebih yang mempunyai perbedaan untuk menentukan dan memilih isu, tindakan
atau tujuan yang ketiganya sama-sama penting artinya. Jika pejabat
setingkat supervisor (pengawas lapangan) dengan bawahan mempunyai
cara pandang penyelesaian suatu tugas, maka salah diantaranya harus mengambil
pilihan yang mungkin menyadari dan menerima konsekuensi dari suatu pilihan yang
diambil. Cara pandang penyelesaian biasanya terkait dengan metode yang
digunakan, dimana keduanya merasa paling tepat. Kondisi demikian sebenarnya
telah menjadi konflik antar supervisior dan bawahan
3. Konflik dalam Kelompok
Jika dua orang atau lebih merupakan
anggota dalam suatu kelompok dan masing-masing orang dalam kelompok terdapat
ketidaksamaan pilihan untuk menentukan cara yang akan ditempuh maka berarti di
dalam kelompok tersebut terjadi konflik. Konflik dalam kelompok ini terdiri
dari konflik subtantif dan konflik afektif. Konflik subtantif didasarkan
atas ketidaksesuaian intelektual. Ketika berbagai anggota kelomopk dari sautu
tim produktif mengambil kesimpulan yang berbeda-beda dari sebuah desain
spesifikasi, maka disana berarti telah terjadi konflik subtantif. Konflik subtantif
in ditimbulkan dari adanya persepsi yang berbeda-beda dan persepsi yang
berbeda-beda disebabkan karena derajad kognisi yang berbeda pula. konflik afektif didasarkan atas
respon emosional terhadap suatu situasi. Konflik afektif juga dapat
terjadi karena interaksi yang tidak sejalan atau dikarenakan masing-masing
orang dalam kelompok mempunyai kepribadian yang berbeda-beda.
4. Konflik Antar Kelompok
Konflik antar kelompok terjadi diantara
kelompok yang berbeda dikarenakan masing-masing kelompok melihat sesuatu sesuai
dengan kepentingan kelompoknya. Perbedaan kepentingan dikarenakan adanya
perbedaan harapan. Pemimpin harus dapat menyadarkan berbagai bagian yang
berbeda ini agar masing-masing bagian mau mengerti dan memahami tujuan,
sasaran, misi dan visi organisasi. Tanpa memahami tujuan, sasaran, misi dan
visi organisasi maka masing-masing bagian hanya akan mementingkan bagiannya
sendiri.
5. Konflik dalam Organisasi
Setiap organisasi mempunyai bagian dan
setiap bagian mempunyai sub bagian yang lebih kecil dan setiap sub bagian
mempunyai anggota individu. Jika konflik masih terdapat di dalam bingkai
organisasi maka berarti konflik terjadi dalam organisasi. Konflik dalam
organisasi terdiri dari konflik vertikal, konflik horisontal dan konflik
diagonal. Konflik vertikal terjadi
jika yang berkonflik mempunyai hubungan vertikal seperti bawahan dengan atasan. Konflik horisontal terjadi jika
yang berkonflik adalah individu atau bagian yang mempunyai kedudukan
sederajad. Konflik diagonal terjadi
jika konflik telah merambah kepada distribusi sumber daya yang ada dalam
organisasi.
6. Konflik
antar Organisasi
Konflik antar organisasi adalah konflik
yang terjadi antar organisasi yang berentitas mandiri yang tidak mempunyai
hubungan struktur organisasi. Jika dua organisasi dibawah entitas yang berbeda
satu sama lain maka disini telah terjadi konflik antar organisasi. Konflik
antar organisasi hanya dapat diselesaikan oleh pimpinan pada level tingkat atas
dari kedua organisasi tersebut. konflik anatar organisasi dapat juga terjadi
antara organisasi bisnis sebagai pemasok yang umumnya sangat didorong oleh
kepentingan taktis dan strategis yang berbeda.
Sifat konflik secara umum diidentifikasi ke
dalam :
1. Konflik
Laten
Konflik dimulai ketika kondisi konflik
ada (muncul). Individu atau kelompok mempunyai perbedaan kekuasaan, bersaing
untuk mendapatkan sumber daya organisasi, mendorong untuk mendapatkan otonomi,
mempunyai tujuan spesifik yang berbeda atau merasakan tekanan peran yang
berbeda. Berbagai perbedaan ini akan menimbulkan dasar bagi adanya berbegai
ketidaksesuaian dan ketidakharmonisasian serta dapat menciptakan konflik.
2. Konflik
yang Dikenal
Dalam rangakaian berikutnya, orang atau
kelompok mulai mengetahui bahwa konflik benar-benar ada. Mereka semua menyadari
perebedaan opini, perbedaan persepsi, ketidaksesuaian tujuan, ketidaksesuaian
nilai serta adanya upaya untuk memperkecil peran pihak lain atau adanya
implementasi gerakan oposisi dari pihak lain.
3. Konflik
yang Dirasakan
Jika setiap orang dari anggota kelompok
sudah merasakan perasaan yang kurang enak atau resah atau gelisah maka konflik
telah bergerak kearah alam sadar orang-orang tersebut dan orang yang terlibat
ini sudah mulai merasakan dampak dari konflik. Dalam keadaan ini maka konflik
sudah menjadi persoalan pribadi atau persoalan kelompok yang terlibat dan semua
yang terlibat akan berusaha untuk menyelesaikan konflik atau berusaha untuk
tetap dapat bertahan dengan stamina tinggi di dalam menghadapi medan konflik.
4. Konflik Manifes
Dalam keadaan manifes semua pihak yang
terlibat dalam konflik sama-sama menyadari untung dan ruginya adanya konflik.
Semua yang terlibat berusaha menyelesaikan konflik atau menarik diri dari
konflik atau berusaha memenangkan konflik. Upaya sadar untuk mengakhiri konflik
sudah mulai tampak pada konflik manifes ini. Dalam keadaan demikian maka suatu
pola manajemen dapat memberikan tawaran kepada pihak yang berkonflik agar
konflik yang ada menjadi konflik fungsional bagi kemajuan organisasi.
5. Konflik Lanjutan
Setelah penyelesaian konflik dilakukan
maka biasanya masih terjadi bekas-bekas adanya konflik. Semakin dalam
suatu konflik maka akan semakin terasa bekas yang dirasakan setelah berakhirnya
suatu konflik.
Penyebab Konflik:
Situasi tertentu dapat
menyebabkan konflik. Dengan mengetahui penyebab konflik makan akan lebih mudah
mengantisipasi konflik dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
menyelesaikan konflik agar konflik tidak menjadi disfungsional. Diantara penyebab
konflik yang seringkali menjadi pemicu terjadinya konflik disfungsional adalah
:
1.
Adanya kepribadian yang saling bertentangan
2.
Adanya sistem nilai yang saling bertentangan
3.
Adanya tugas yang batasanya kurang jelas dan sering kali bersifat tumpang
tindih
4.
Adanya persainganyang tidak fair
5.
Adanya persaingan yang diberi fasiltas yang sangat terbatas (tidak cukup)
6.
Proses komunikasi yang tidak tepat
7.
Adanya tugas yang saling bergantung satu sama lain.
8.
kompleksitas organisasi yang cukup tinggi
9.
Adanya kebijakan-kebijakan yang kurang jelas dan tidak dapat diterima
secara rasional
10. Adanya berbagai tekanan yang cukup besar
11. Adanya keputusan yang dibuat berdasarkan
kolektif. Dalam hal ini umumnya kelompok mayoritas yang mempunyai dominan
12. Adanya keputusan yang dibuat berdasarkan
konsensus
13. Adanya harapan yang sangat sulit untuk
dipenuhi
14. permasalahan dilematis yang sangat sulit
untuk dipecahkan
Cara Penanganan Konflik
Setiap kecenderungan menangani konflik
hanya pada konflik disfungsional dan untuk konflik fungsional cenderung
dibiarkan semakin berkembang. Selama rentang waktu yang cukup lama telah banyak
cara-cara yang dikembangkan untuk menangani konflik. Diantaranya cara
penanganan yang ditemukan oleh Afzalur Rahman yang kemudian model ini dikenal
dengan model Afzalur Rahman yang dituangkan dalam gambar berikut :
·
Mengintegrasikan
Dengan cara ini pihak yang
berkepentingan dokonfrontasikan untuk mengidentifikasi permasalahan,
mengumpulkan berbagai alternatif dan memilih cara menyelesaikan masalah
terbaik. Cara ini sangat cocok manakala konflik terbentuk karena adanya salah
pengertian.
·
Membantu
Pihak yang membantu mengabaikan
kepentingannya sendiri guna memuaskan kepentingan pihak lain. Gaya ini sering
dinamakan memperhalus atau memperkecil konflik.
·
Mendominasikan
Dalam gaya ini akan dipakasakan kepada
pihak yang konflik mengakui kemenangan atau kekalahannya secara jantan dan
sehat. Gaya ini sesuai digunakan untuk memaksa pihak yang terlibat untuk
mengakui kemenangan atau kekalahannya. Cara ini dijumpai ketika perang dunia II
berakhir. Pihak yang menang dan yang kalah dapat memposisikan dirinya. Cara ini
biasanya menggunakan pendekatan formal oleh pihak yang mempunyai posisi
dominan.
·
Menghindar
Jika ada pihak yang berkonflik maka
salah satu caranya adalah menghindarkan diri dari konflik tersebut. cara ini
digunakan agar wilayah konflik tidak semakin luas.
·
Kompromi
Jika konflik dilakukan oleh pihak yang
terkait tersebut mempunyai posisi sama kuat dan masing-masing tidak mau
mengalah maka langkah yang paling tepat adalah mengkompromikan pihak yang
berkonflik tersebut. Masing-masing akan mempunyai keuntungan melalui jalan
kompromi ini. Sedangkan Steven P Robin menambahkan kompetisi dan kolaborasi.
Dalam penyelesaian kompetisi ini konflik dibiarkan dan justru dipertandingkan
sehingga ada pihak yang menang dan pihak yang kalah. Misal dalam suatu
organisasi olah raga yang mempunyai banyak klub, maka jika antar klub terdapat
konflik maka konflik tersebut dibina dan dipelihara hinga berlarut-larut
kemudian dipertandingkan sehingga daripadanya akan diperoleh rangking. Dalam
penyelesaian kolaborasi maka pihak yang berkonflik dibawa ke meja perundingan
untuk menyelesaiakan permasalahan mereka . mereka yang berkonflik disuruh untuk
menyelesaikan sendiri apa yang menjadi keinginannya.
BAB III
P E N U T U P
A.
KESIMPULAN
Kekuasaan merupakan kapasitas seseorang, tim, atau organisasi untuk
mempengaruhi pihak lain bukan merupakan tindakan mengubah pola, sikap dan
perilaku orang lain melainkan hanya potensi untuk melakukan hal seperti
itu. Sopiah ( 2008 ). Tori Strategic Contigency : event or activity of crucial importance to completing a project or accomplishinga goal. Dicetuskan oleh Hickson dan Hinnings.Model ini
menyatakan bahwa kekuasaan bagian (subunit
power) atas bagian lain ditentukan oleh kemampuan. Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol
(1990), ada lima tipe kekuasaan, yaitu: Legitimate Power, Reward Power, Coercive Power, Expert Power.
Menurut Stephen
robins ada 2 Jenis kekuasaan yaitu: Kekuasaan posisi
(position power) dan Kekuasaan pribadi
(personal power), informasi dan
kekuasaan terbagi atas substitutability, sentralisasi, dan visibility.
Dhal (1957) menyatakan
politik adalah aktifitas untuk mendapatkan, mengembangkan, menggunakan
kekuasaan dan sumber-sumber lannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan dalam
situasi dimana adanya ketidakpastian atau adanya ketidaksepakatan tentang suatu
pilihan. Etika dalam politik keorganisasian yaitu : Sifat Utilarian ( Berguna bagi
semua kalangan), Menghormati hak-hak individu, Menghargai persamaan hukum.
Jenis-jenis kegiatan politik dalam organisasi yaitu : Menyerang
atau menutup mata, terhadap
pihak lain, Selektif dalam mendistribusikan
informasi, Membentuk koalisi, Managing Impressions. Sopiah ( 2008 )Kekuasaan politik dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan
sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya
ataupun masyarakat pada umumnya.
B. SARAN
Terlepas
dari semua itu, kekuasaan berpolitik haruslah memperhatikan etika agar tidak
terjadinya penyimpangan dalam keputusan keorganisasian.
D A F T A
R P U S T A K A
Sopiah,
2008.Perilaku Organisasional. Andi, Yogyakarta
Robbins, Stephen, 1996. Perilaku Organisasi
Konsep Kontroversi Aplikasi, Ikrar Mandiri.
www.wikipedia.Com
http://legalstudies71.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-kekuasaan-dalam-manajemen.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
politik.
http://dikaofficemanagement.blogspot.co.id/2015/07/kekuasaan-dan-konflik.html
0 komentar:
Posting Komentar