SELAMAT DATANG, SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR ANDA

Kamis, 02 Februari 2017

MUHAMMAD ABDUH R, S.Ag., MA



MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI FAKULTAS TARBIYAH PTAI


Muhammad Abduh R, S.Ag., MA
Dosen: STAI Al-Gazali Bone

Abstract:
The idea of the program concentration was originated from public complaints of Madrasah users. They were less satisfied with the competence of the alumni who did not master the field of Islamic studies. Hence, Department of Islamic Education (PAI) ought to have strategic policies to establish new specific programs in accordance with the curriculum as a subject in schools and Madrasah. Unlike in public school that serves PAI as religious subject, Madrasah serves Al - Quran - Hadith, Aqidah Akhlaq, Fiqh and Islamic Cultural History. This should be responded by faculty to cope with the needs of Madrasah users by establishing the new programs such as: 1) Islamic Education ( PAI ), prepared to be a teacher of Islamic religion in schools, 2) Al - Qur’an-Hadith program, 3 ) Aqidah Akhlaq program, 4 ) Fiqh Program and ( 5 ) Cultural History of Islamic studies program, which are prepared to become the teachers in Madrasah.

Abstrak:
Ide konsentrasi Program ini berasal dari pengaduan masyarakat pengguna Madrasah. Mereka kurang puas dengan kompetensi alumni yang tidak menguasai bidang studi Islam. Oleh karena itu, Departemen Pendidikan Islam (PAI) seharusnya memiliki kebijakan strategis untuk membangun program-program tertentu baru sesuai dengan kurikulum sebagai subjek di sekolah-sekolah dan Madrasah. Tidak seperti di sekolah umum yang berfungsi PAI sebagai subjek agama, Madrasah berfungsi Al - Quran - Hadith, Aqidah Akhlaq, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam. Ini harus direspon oleh fakultas untuk mengatasi kebutuhan pengguna Madrasah dengan mendirikan program baru seperti: 1) Pendidikan Islam (PAI), siap untuk menjadi guru agama Islam di sekolah-sekolah, 2) Al - Qur'an-Hadits Program, 3) Program Aqidah Akhlaq, 4) Program Fiqh dan (5) Sejarah Budaya program studi Islam, yang siap untuk menjadi guru di Madrasah.

Keyword s: Pembidangan, PAI, Ilmu Agama Islam

PENDAHULUAN
Fakultas Tarbiyah merupakan fakultas yang mempunyai misi untuk mencetak guru yang memiliki empat kompetensi, yakni kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional dan kompetensi sosial.1 Misi ini dimaksudkan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan guru pada tingkat pendidikan dasar dan menengah baik lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional maupun Kementerian Agama. Untuk memenuhi kebutuhan ini Fakultas Tarbiyah sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan telah membekali mahasiswa dengan seperangkat ilmu yang terdiri atas ilmu agama Islam, ilmu bahasa, ilmu kependidikan dan keguruan, serta ilmu penunjang lainnya.
Salah satu program studi yang ditawarkan oleh Fakultas Tarbiyah adalah jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Islam yang mampu menguasai materi-materi keagamaan maupun metodologi pembelajarannya. yang bertujuan untuk mendidik mahasiswa yang dipersiapkan untuk menjadi guru agama Secara umum materi-materi keagamaan ini telah terangkum dalam empat kategori, yakni 1) materi-materi yang berhubungan dengan al-Qur’an dan al-Hadits, 2) materi-materi yang berhubungan dengan keyakinan dan akhlaq, 3) materi-materi yang berhubungan dengan syari’ah dan fiqh dan 4) materi-materi yang berhubungan dengan sejarah keislaman. Empat kategori ini diklasifikasikan pada mata kuliah dasar umum (MKDU) yang harus diambil oleh seluruh mahasiswa PTAI dengan pengembangan yang disesuaikan dengan misi fakultas masing-masing. Sedangkan untuk keahlian dalam bidang paedagodik, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dibekali materi-materi yang berhubungan dengan ilmu keguruan dan kependidikan dengan tujuan setelah mereka menjadi guru nanti menunjukkan performance sebagai pendidik yang mempunyai kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan Undang-undang. Artinya mereka harus mampu 1) membuat perencanaan pembelajaran (lesson plan) materi yang akan disampaikan dengan segala langkah-langkahnya, 2) melaksanakan proses pembelajaran (learning process) dengan menggunakan metode, strategi, pendekatan, media dan alat bantu pembelajaran (learning aid) yang tepat, 3) mampu melakukan pengelolaan kelas (classroom management) dan 4) melaksanakan penilaian (assesement) sebagai ukuran keberhasilan atas dirinya sebagai guru dalam proses pembelajaran di kelas.
Dengan bahasa lain, mereka diharapkan mampu melakukan pembelajaran yang efektif2 dalam praktik yang sesungguhnya dengan mempertimbangkan gaya belajar peserta didik.
Dengan dibekali kemampuan penguasaan materi dan kemampuan mengaplikasikan metodologi sebagaimana disebutkan di atas, mereka diharapkan siap pakai untuk menjadi guru yang mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan baik sekolah atau madrasah. PAI sebagai sebuah mata pelajaran merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum suatu sekolah atau madrasah sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek kompetensi tamatan sekolah atau madrasah bersangkutan. Secara khusus PAI ini didesain dan diberikan siswa yang beragama Islam dalam rangka meningkatkan keberagamaan mereka.4 Dengan fungsi ini PAI diharapkan dapat mengantarkan peserta didik memiliki karakteristik sosok muslim yang diidealkan, yakni memiliki tingkat keberagamaan tertentu.
Melihat harapan fungsi PAI sedemikian rupa, maka Jurusan PAI sebagai producer guru-guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang melayani di sekolah dan madrasah, haruslah mempersiapkan mahasiswa sebaik mungkin agar dapat melayani masyarakat dengan baik. Untuk kasus pelayanan di madrasah ada sinyalemen bahwa alumni jurusan PAI belumlah memenuhi kompetensi yang standardized dengan adanya indikasi banyaknya keluhan dari madrasah pengguna alumni Jurusan PAI yang dapat disimpulkan bahwa para alumni kurang menguasai materi dan metodologi pembelajaran bagi masing-masing mata pelajaran dalam rumpun kurikulum PAI.5 Hal ini disinyalir karena mahasiswa tidak dibekali dengan materi-materi terkait serta metodologi pembelajarannya.
Terkait dengan ini, kiranya perlu ditempuh kebijakan baru untuk mencari solusi alternatif dengan menerapkan separated subject matter curriculum approach pada materi-materi Ilmu Agama Islam sesuai dengan tuntutan mata pelajaran di madrasah.
Sehingga perlu mata kuliah tambahan sebagai pilihan wajib (compulsory elective subject) yang diambil oleh seluruh mahasiswa Jurusan PAI. Mata kuliah ini berupa Pendidikan Al-Qur’an-Hadits, Pendidikan Aqidah-Akhlaq, Pendidikan Fiqih dan Pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam.
PENDEKATAN SEPARATE SUBJECT-MATTER CURRICULUM
Separated Subject-Matter Curriculum merupakan organisasi dari sebuah kurikulum. Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami hal tersebut, perlu kirannya dijelaskan tentang kurikulum. Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata curri yang berarti “pelari” dan curre yang berarti “tempat berpacu” sehingga curriculum diartikan “ jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari”. Berdasarkan makna tadi, pada awalnya kurikulum dalam dunia pendidikan diartikan sebagai kumpulan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik guna memperoleh ijazah atau menyelesaikan pendidikannya.
Dalam perkembangannya, pengertian kurikulum tersebut dipandang sangat sempit karena hanya menekankan dua hal pokok yaitu: isi kurikulum berupa kumpulan mata pelajaran (subject matter) yang diberikan sekolah kepada peserta didik dan tujuan pendidikan atau kurikulum, agar peserta didik menguasai mata pelajaran tadi yang disimpulkan dalam bentuk ijazah atau sertifikat.
Syalor dan Alexander mendefinisikan kurikulum dengan: the school curriculum is the total effort of the school to bring about desired outcome in school an inout-of school situation. In short, the curriculum is the school program for learners.
Pendapat Saylor dan Alexander tersebut tampaknya cenderung menempatkan kurikulum tidak hanya terbatas pada pengaturan dan penyusunan sejumlah mata pelajaran untuk diajarkan pada peserta didik, melainkan kurikulum itu juga termasuk semua upaya atau program lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sementara itu Hilda Taba justru lebih mengutamakan program, planning atau strategi daripada pemberian sejumlah mata pelajaran kepada peserta didik, karena menurutnya ”curriculum is a plan for learning”. Di sini tampak bahwa kurikulum terfokus pada upaya mempersiapkan peserta didik untuk berpartisipasi sebagai salah satu unsur pendidikan yang proaktif dalam penataan proses pendidikan. Maka komponen kurikulum seperti tujuan pendidikan dan pembelajaran, metode dan evaluasi tetap masih perlu diperhatikan.
Mengenai kurikulum dan hal yang berkaitan dengan organisasi kurikulum para ahli pendidikan membagi menjadi tiga: yakni Separated Subject-Matter Curriculum, Correlated Curriculum dan Integrated Curriculum, yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Dalam Separated Subject Matter Curriculum mata kuliah tidak dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu, tidak seperti Integrated Curriculum di mana semua bidang studi dirancang dengan mengacu pada topik tertentu.10 Apa yang disajikan dalam mata kuliah –meskipun mata kuliah tersebut dengan lainnya serumpun - haruslah berbeda antara satu dengan lainnya. Misalnya Ilmu Agama Islam bisa dibedakan menjadi mata kuliah Ulum al-Qur’an, Tafsir, Ulum al-Hadits, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam dan lain-lain. Padahal ilmu-ilmu tersebut bisa menjadi satu mata kuliah Agama Islam. Model penyajian kurikulum seperti itu disebut Separated Subject Curriculum, karena segala materi perkuliahan disajikan dalam subject atau mata kuliah yang terpisah-pisah, yang satu lepas dari yang lain.11 Subject atau mata kuliah ini merupakan hasil pengalaman umat manusia sepanjang masa atau kebudayaan dan pengetahuan yang dikumpulkan oleh umat manusia sejak dulu kala. Bahan ini lalu disusun logis, sistematis serta disederhanakan dan disesuaikan dengan usia dan kematangan peserta didik.
Kurikulum serupa ini biasanya ditentukan terlebih dahulu oleh para pakar atau para pembina pendidikan. Mereka inilah menetapkan apakah materi ini diperlukan peserta didik kelak dalam kehidupannya dalam masyarakat. Jadi dalam kurikulum ini sudah lebih dahulu ditentukan pengalaman-pengalaman apa saja yang akan diterima peserta didik selama ia bersekolah. Oleh sebab itu bahan pelajaran biasanya telah ditetapkan oleh buku referensi, bahkan sering kurikulum itu semata-mata ditentukan oleh buku referensi, sehingga tujuan pendidikan menyempit menjadi menguasai sejumlah pengetahuan yang tercantum dalam buku referensi tersebut.
KELEBIHAN-KELEBIHAN SEPARATED-SUBJECT MATTE CURIKULUM
1. Bahan pelajaran dapat disampaikan secara logis dan sistematis
Tiap mata kuliah mengandung sistematika tertentu. Ilmu Tauhid misalnya diawali dengan pembahasan rukun iman, al-ghaibat (iman kepada hal-hal ghaib) dan al-sam’iyat (iman kepada informasi yang dibawa oleh wahyu). Dalam ilmu fiqh dimulai dari thaharah sebelum membahas tentang ibadah shalat, zakat, pauasa dan ibadah-ibadah lainnya. Demikian juga dapat dilihat, bahwa setiap mata kuliah atau disiplin mempunyai sistematika tertentu. Dengan mengikuti sistematika itu mahasiswa terlatih berpikir menurut struktur disiplin, misalnya dengan mempelajari ilmu kalam, mahasiswa dapat berpikir secara sistematik dengan logika dan falsafah qur’ani di mana setiap cabang pengetahuan ini tidak akan dapat ditemukan peserta didik itu sendiri. Oleh sebab itu jalan yang efisien ialah memberikan saja kepada peserta didik ilmu pengetahuan itu dalam susunan yang logis seperti telah dipikirkan oleh para pakar.
Diharapkan pula agar pengetahuan, pengertian, kecakapan yang diperoleh peserta didik dalam mata kuliah itu dapat juga digunakan dalam kehidupannya sehari-hari.
2. Organisasi kurikulum sederhana, mudah direncanakan dan di laksanakan
Dari segala macam kurikulum, kurikulum inilah yang paling mudah disusun, direorganisasi, ditambah, atau dikurangi. Masalah scope dan sequence tidak terlalu menimbulkan kesulitan. Scope terutama soal menentukan jumlah dan jenis mata kuliah yang harus disajikan oleh perguruan tinggi. Sequence adalah soal menentukan urutan mata kuliah yang harus diberikan dalam tiap jenjang semester.
Dalam menentukan kurikulum ini banyak pula bantuan yang diperoleh dari buku-buku referensi yang telah diakui, sehingga lebih memudahkan cakupan (scope) dan urutan (sequence) bahan mata kuliah pada tiap kelas..
3. Kurikulum ini mudah dinilai
Kurikulum ini terutama bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu yang mudah dinilai dengan ujian atau tes. Ada kalanya bahan pelajaran ditentukan dengan menetapkan buku-buku referens yang harus dikuasai untuk suatu daerah, bahkan untuk seluruh negara, sehingga dapat diadakan ujian umum yang uniform di seluruh negara.
4. Kurikulum ini juga dipakai di Pendidikan tinggi
Madrasah Ibtidaiyah masih dianggap oleh kebanyakan orang sebagai persiapan untuk madrasah Tsanawiyah dan madrasah Tsanawiyah sebagai sekolah persiapan untuk madrasah Aliyah dan madrasah Aliyah sebagai persiapan Pendidikan Tinggi. Boleh dikatakan, pada saat ini setiap perguruan tinggi menggunakan organisasi kurikulum yang bersifat matapelajaran yang terpisah-pisah.
Kebanyakan orang tua menginginkan agar anak-anaknya kelak melanjutkan pelajarannya di fakultas pendidikan (tarbiyah). Karena ilu kurikulum yang berbentuk subject diterima baik dan dipertahankan di MI, MTs dan Madrasah Aliyah,
5. Kurikulum ini teiah dipakai berabad-abad lamanya dan sudah menjadi tradisi
Kurikulum ini telah digunakan dan diterima baik oleh generasi-generasi yang lalu, sehingga mendapat dukungan dari orang tua dan para pengajar. Sukar orang mencrima perubahan dalam organisasi kurikulum yang telah bertahan begitu lama. Orang tua yang menginginkan anak-anaknya ke sekolah menganggap sewajarnya, bahwa anak itu mempelajari bermacam-macam mata pelajaran seperti yang mereka pelajari.
6. Kurikulum ini lebih memudahkan dosen dan mudah diubah
Segala perubahan atau perbaikan kurikulum kita hingga saat ini senantiasa didasarkan pada organisasi berbentuk subject. Perubahan atau perbaikan kurikulum dicapai dengan menambah atau mengurangi jumlah, isi atau jenis matapelajaran sesuai dengan permintaan zaman. Kalau dirasa perlu Mahasiswa mengetahui tcntang fiqh yang lebih mumpuni, akhlaq tasawuf, tafsir dan lain-lain, maka matapelajaran itu mudah ditambahkan. Demikian pula mata pelajaran yang dirasa tidak sesuai lagi, dapat ditiadakan.
7. Organisasi kurikulum yang sistematis
Seperti yang dimiliki oleh subject-curriculum essensi untuk menafsirkan pengalaman, kurikulum ini sangat menghemat waktu, tenaga dan memberikan kemungkinan mempelajari sesuatu dalam waktu singkat apa yang ditemukan dengan susah payah oleh para sarjana pada masa lampau.
KEKURANGAN-KEKURANGAN SEPARATED- SUBJECT CURRICULUM
1. Kurikulum ini memberikan matapelajaran yang lepas-lepas, yang tidak berhubungan satu dengan yang lain
Kurikulum berbentuk mata kuliah yang terpisah-pisah tidak mendidik mahasiswa dapat menghadapi situasi-situasi dalam kehidupannya. Mata kuliah memberikan kepada mahasiswa sebuah pengetahuan yang lepas. Hal ini diperkuat lagi apabila tiap mata kuliah yang diberikan oleh dosen itu berlainan seperti halnya di Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI konsetrasi pendidikan Fiqh tanpa mengetahui apa yang diberikan pada pelajaran lain karena setiap mata kuliah berdiri sendiri, dan mahasiswa disuruh mengumpulkan sejumlah pengetahuan
yang lepas-lepas.
2.  Kurikulum ini tidak memperhatikan masalah-masalah sosial yang dihadapi anak-anak dalam kehidupannya sehari-hari17
Dalam prakteknya, kurikulum ini bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku referensi yang ditentukan. Sering kali bahan perkuliahan itu tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa dalam kehidupannya. Misalnya mahasiswa sukar melihat tujuan pelajaran yang terpisah-pisah itu. Mereka pada umumnya mempelajar dengan cara menghafal supaya mendapat nilai baik, atau menghindari kecaman dari dosen.
3.  Kurikulum ini menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam bentuk yang sistematis dan logis. Sesuatu yang loglis tidak selalu psikologis ditinjau dari segi minat dan perkembangan anak
Kurikulum ini banyak terdapat kekurangan di dalamnya jika ditinjau dari sudut psikologi. Hal ini lebih-lebih berlaku bagi anak-anak Madrasah Ibtidaiyah dikarenakan mereka bertambah pengetahuannya berdasar pengalaman-pengalaman langsung yang berarti bagi dirinya karena hal itu bertalian dengan kehidupan dan kebutuhannya sehari-hari.
4. Kurikulum kurang mengembangkan kemampuan berfikir
Kurikulum ini mengutamakan penguasaan pengetahuan dengan jalan ulangan dan hafalan. dan kurang mengajak mahasiswa berpikir sendiri. Pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal yang mereka hadapi telah mempunyai jawaban-jawaban tertentu, sehingga tidak ada kebebasan menemukan jawaban sendiri. Mahasiswa umumnya menerima segala sesuatu atas otoritas dosen atau buku referensi. Selain dari itu bahan perkuliahan biasanya lebih dahulu ditetapkan secara “otoktratis” oleh pihak atasan. Mahasiswa tidak diturutsertakan dalam merencanakan dan membicarakan apa yang akan dipelajari seperti halnya dalam pengajaran unit.
5. Kurikulum lebih cenderung menjadi statis dan ketinggalan zaman
Bahan perkuliahan dalam kurikulum ini terutama didasarkan pada pengetahuan yang telah tercantum dalam buku. Adakalanya suatu buku digunakan dari tahun ke tahun tanpa perubahan dan penyesuaian dengan keadaan masyarakat yang dinarnis yang terus-menerus berkembang dengan pesatnya. Itu sebabnya maka perkuliahan di pendidikan tinggi sering ketinggalan zaman. Apa yang benar pada suatu saat mungkin tidak sesuai lagi pada zaman yang berikutnya. Dalam pengajaran proyek mahasiswa menghadapi masalah-masalah yang aktual dengan menggunakan bahan dari sumber-sumber yang up-todate. Pada zaman global dan internet ini mahasiswa masih mempelajari teori-teori lama yang tidak terpakai lagi, karena berpegang pada kurikulum yang subject-centered.
Meskipun Separate subject Matter curriculum ini banyak diserang dari berbagai pihak, tetapi sekalipun tidak ada tokoh atau aliran tertentu yang mempertahankannya, namun bentuk kurikulum ini masih hidup dengan subur di mana-mana. Hal ini tidak mengherankan, karena kebaikannya, sedangkan alternatif yang diberikan, seperti misalnya integrated curriculum sangat banyak menimbulkan kesulitan dalam penerapannya oleh dosen dalam perkuliahan.
PROFIL JURUSAN PAI
Secara umum visi dan misi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah UIN, IAIN dan STAIN di Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: Visinya adalah tercipta dan terwujudnya Sarjana Pendidikan Islam yang bertaqwa kepada Allah swt. yang memiliki intelektualisme, profesionalisme, kepedulian sosial, dedikasi, prestasi, dan daya saing yang tinggi dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Sedangkan misi Jurusan Pendidikan Agama Islam adalah:
a. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, khususnya dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
b. Mendidik mahasiswa menjadi individu yang memiliki aqidah yang mantap, kedalaman spiritual, kemuliaan etika, keluasan ilmu, intelektualitas yang tinggi, profesionalitas, ketulusan dedikasi dan prestasi, terutama dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
c. Melaksanakan pengkajian dan pengembangan secara komprehensif terhadap teori dan praktek Pendidikan Agama Islam.
Adapun tujuan Jurusan Pendidikan Agama Islam adalah:
a. Menyiapkan mahasiswa menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional dalam bidang Pendidikan Agama Islam serta dapat menerapkan dan mengembangkannya;
b. Mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan (agama Islam) serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat lahir batin dan memperkaya kebudayaan masyarakat.
Melihat dari visi, misi dan tujuan penyelenggaraan Jurusan PAI ini, maka Fakultas Tarbiyah sebagai institusi yang berkewenangan memproduksi calon-calon guru PAI harus memperhatikan kualitas alumninya agar sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan masyarakat sebagai masyarakat pengguna (User community) yang dapat dibedakan dalam dua lembaga pendidikan, yakni sekolah dan madrasah, dan keduanya berbeda dalam pendekatan kurikulumnya.
Pada kasus di sekolah kurikulum PAI ini menggunakan integrated curriculum approach. Artinya mata pelajaran ini merangkum secara ringkas seluruh unsur-unsur penting dalam pembelajaran agama Islam yang terdiri atas al-Qur’an, keimanan, akhlaq, ibadah, muamalah dan tarikh Islam.20 Sementara itu pada madrasah kurikulum ini menggunakan separated subject matter curriculum approach.
Artinya unsur-unsur penting dalam PAI ini menjadi mata pelajaran yang terpisah dan berdiri sendiri, yakni mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlaq, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam. Karena kurikulum yang diaplikasikan pada sekolah dan madrasah berbeda maka ia mempunyai karakteristik yang berbeda pula. Jelaslah bahwa pembahasan materi PAI di sekolah tidak sedalam di madrasah.
Di madrasah peserta didik dituntut untuk memiliki kompetensi yang lebih detail pada mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlaq, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam sebagai rumpun materi-materi PAI. Keterbedaan karakteristik inilah menuntut skill dan expert tersendiri bagi para lulusan Jurusan PAI.
KONSENTRASI PEMBIDANGAN
Seperti diketahui bahwa pengguna lulusan Jurusan PAI adalah lembaga pendidikan sekolah dan madrasah. Bagi lulusan Jurusan PAI yang mengajar di sekolah mungkin cukup dibekali dengan materi-materi ilmu Agama Islam yang bernaung pada kategori Mata Kuliah Dasar (MKD), namun bagi yang mengajar di madrasah, lulusan ini tidak cukup hanya dibekali dengan materi-materi ilmu Agama Islam yang bernaung pada kategori Mata Kuliah Dasar (MKD). Mereka harus dibekali secara khusus tentang materi-materi yang berkaitan dengan mata pelajaran al-Qur’an-hadits, Aqidah-Akhlaq, Fiqh dan Sejarah kebudayaan Islam yang diajarkan di madrasah. Yang dimaksud dengan pembekalan ini meliputi perencanaan pembelajarannya, proses pembelajarannya, pengelolaaan kelas dan cara menilai setelah pembelajaran berlangsung. Masing-masing mata pelajaran tersebut mempunyai kerakteristik tersendiri dalam metode penyampaiannya.
Sehubungan dengan itu, sebenarnya gagasan konsentrasi pembidangan ini berawal dari keluhan-keluhan masyarakat pengguna yang berasal dari madrasah. Mereka kurang puas atas kompetensi para alumni yang kurang menguasai bidang   materi keislaman. Mereka dianggap kurang qualified dibandingkan dengan alumni UIN, IAIN, STAIN dan PTAIS dari fakultas lainnya, misalnya fakultas Syari’ah dalam penguasaan materi Fiqh dan al-Qur’an-Hadits, fakultas Ushuluddin dalam penguasaan Aqidah-Akhlaq dan fakultas Adab dalam penguasaan Sejarah Kebudayaan Islam. Alumni fakultas-fakultas ini lebih kompeten dalam penguasaan materi ilmu-ilmu keislaman dibandingkan dengan alumni jurusan PAI. Misalnya dalam kasus tertentu alumni fakultas Syariah akan lebih menguasai materi mawaris dibanding alumni PAI, padahal materi mawaris juga diajarkan di Madrash Aliyah. Kalau guru fiqih sendiri yang alumni PAI tidak bisa menguasai materi mawaris bagaimana mungkin siswanya bisa faham dan menyadari materi mawaris untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang diamanatkan pada Standar Isi pada kurikulum Madrasah Aliyah?
Dari latar belakang tersebut, maka Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) seyogyanga menempuh kebijakan dengan membentuk program studi program studi baru sesuai dengan kurikulum sebagai mata pelajaran di sekolah dan madrasah. Kalau di sekolah hanya ada mata pelajaran PAI, sementara di madrasah ada mata pelajaran Al-qur’an-Hadits, Aqidah Akhlaq, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam, maka program studi yang dibuka adalah program studi: 1) Pendidikan Agama Islam (PAI), yang dipersiapkan untuk menjadi guru agama Islam di sekolah, 2) Program studi Al-Qur’an-Hadits, 3) Program studi Aqidah Akhlaq, 4) Program studi Fiqh dan 5) Program studi Sejarah Kebudayaan Islam, yang dipersipakan untuk menjadi guru di madrasah.
Pada praktiknya mahasiswa kelima program studi ini tetap dibekali materi-materi Mata Kuliah Dasar (MKD) dan Mata Kuliah Utama (MKU) yang sama. Yang membedakan adalah materi-materi Mata Kuliah Pilihan (MKP). Pada mata kuliah pilihan masing-masing program studi harus berbeda sesuai dengan pilihan mahasiswa yang hendak menjadi guru mata pelajaran tertentu. Misalnya mahasiswa hendak menjadi guru PAI di sekolah maka ia harus mengambil program studi PAI, kalau ia hendak menjadi guru mata pelajaran Fiqh di madrasah maka ia harus mengambil program studi pendidikan Fiqh dan sebagainya.
Secara rinci, dapat dilihat tawaran penulis untuk konsentrasi pembidangan masing-masing program studi yang dapat dikembangkan dalam Jururan Pendidikan Agama Islam (PAI).
1. Program Studi PAI
Untuk program studi ini mahasiswa cukup dibekali dengan seluruh Mata Kuliah Dasar (MKD) dan Mata Kuliah Utama (MKU) ditambah dengan beberapa mata kuliah pilihan lain sebagai penunjang seorang guru PAI di sekolah. Mereka yang mengambil program studi ini hanya dipersiapkan sebagai guru PAI di sekolah bukan di madrasah.
2. Program Studi Al-Qur’an-Hadits
Mahasiswa yang mengambil program studi ini dipersiapkan sebagai guru mata pelajaran Al-qur’an-Hadits di madrasah. Mereka perlu dibekali mata kuliah-mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran al-Qur’an-Hadits di madrasah.
Adapun Subject matetter curriculum Konsentrasi pendidikan Al Qur’an-Hadits meliputi; Ilmu Tajwid, Ilmu Tafsir, Ilmu Tilawah dan Qira’at, ayat Tarbawiyah, Ulum al-Hadits II, Telaah Kitab-kitab Hadits, Al-Qur’an dan Islam Kontenporer, Telaah Kurikulum Al-Qur’an-Hadits di Madrasah.
3. Program Studi Aqidah-Akhlaq
Mahasiswa yang mengambil program studi ini dipersiapkan sebagai guru mata pelajaran Aqidah-Akhlaq di madrasah. Mereka perlu dibekali mata kuliah mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran Aqidah-Akhlaq di madrasah.
Adapun Subject matetter curriculum Konsentrasi pendidikan Aqidah Akhlaq meliputi; Filsafat Agama, Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam Kontenporer, Tauhid II, Ilmu Kalam II, Akhlaq Tasawuf II, Sejarah Agama-agama, Teologi Islam dan Modernitas, Perbandingan Agama, metologi Pembelajaran Aqidah Akhlaq, Telaah Kurikulum Aqidah Akhlaq di Madrasah.
4. Program Studi Fiqh
Mahasiswa yang mengammbil program studi ini dipersiapkan sebagai guru mata pelajaran Fiqh di madrasah. Mereka perlu dibekali mata kuliah-mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran Fiqh di madrasah.
Adapun Subject matetter curriculum pendidikan Fiqh meliputi; Fiqih Ibadah, Fiqih Mu’amalah, Fiqh Jinayah, Fiqh Ahwal Al-Syahsiyah, Fiqh Siyasah, Fiqih Kontemporer, Tharikh Tasyri’, Qawaid al-Fiqiyah, Telaah Kurikulum Fiqh di Madrasah, Metodologi Pembelajaran Fiqih.
5. Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Mahasiswa yang mengammbil program studi ini dipersiapkan sebagai guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di madrasah. Mereka perlu dibekali mata kuliah-mata kuliah pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di madrasah.
Adapun Subject matetter curriculum pendidikan Sejarah Kebudayaan Islam meliputi; Tipologi SKI, Filsafat Sejarah, Studi Tokoh, Studi Islam Kawasan, Geografi Islam, Sejarah Islam Kontemporer, Metodologi Penelitian Sejarah, Metodologi Pembelajaran SKI, Telaah Kurikulum SKI di Madrasah.
PENUTUP
Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk memenuhi pembukaan program-program studi baru di bawah naungan Jurusan PAI, terutama infrastruktur serta sumber daya manusia, yakni kesiapan dosen-dosen yang benar-benar menguasai di bidangnya. Kelima konsentrasi pembidangan di atas hanyalah tawaran penulis yang mungkin lebih realistis dalam melihat kebutuhan masyarakat pengguna. Dengan cara ini mudah-mudahan apa yang dibutuhkan oleh sekolah dan madrasah terpenuhi.
Terkait dengan hal di atas, kiranya perlu ditempuh kebijakan baru untuk mencari solusi alternatif dengan menerapkan separated subject matter curriculum approach pada materi-materi Ilmu Agama Islam sesuai dengan tuntutan mata pelajaran di madrasah. Sehingga perlu mata kuliah tambahan sebagai pilihan wajib (compulsory elective subject) yang diambil oleh seluruh mahasiswa Jurusan PAI.
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta: Gaya Media Pratama, 1999
Baron, Robert A. Psychology, Boston: Allyn and Bacon, 1989.
Potter, Booby de, Quantum Teaching, Birmingham: Routladge Press, 2000.
Taba, Hilda, Curriculum Development Theories and Practice, New York: Harcourt, Brace and Word, 1962.
Nurdin, Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Prsess, 2004.
Saylor, J. Galen & W.M. Alexander, Curriculum Planning for Better Teaching and Learning, New York: Holt Renehart and Winston, 1960.
Nasution, S, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Sujana, Nana, Pembinaan dan Penyelenggaraan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1989.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Pusat Kurikulum, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2000.
Nasution, S, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Sinar Baru, 1989.
Nasution, S, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Depdiknas RI, 2006.
Winkel, W.S., Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: PT. Gramedia, 1983.

0 komentar:

Posting Komentar